Arsip Blog

Minggu, 25 Desember 2011

Naik Kelas Itu Hebat Karena Ujiannya Makin Berat

Sekira dua bulan lalu, aku memutuskan untuk resign dari pekerjaanku sebagai guru di Sekolah Alam Bukit Bintang. Faktor pendorong utamanya adalah aku harus menghabiskan lebih banyak waktu menemani Mama di rumah. Bukan Mama yang meminta, tapi aku sendiri yang memutuskan. Aku merasa, sekian lama berkeliaran mencari-cari jati diri, karir, dan kehidupan yang kuinginkan di luar rumah telah meninggalkan sebentuk rasa kehilangan dan kesepian pada orangtuaku. Meskipun Mamaku sendiri selama ini selalu menempatkan diri sebegai pemandu sorak utamaku, motivator ulung agar aku mengepakkan sayap dan berpijak di tempat-tempat baru yang selama ini tidak kukenal, tapi aku bisa merasakan itu...kesepian itu...perasaan mendamba bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak tunggalnya. Maka aku memutuskan dengan mantap untuk berhenti dari pekerjaan yang sudah kujalani hampir tiga tahun ini. Aku ingin memiliki waktu untuk bersamanya sebanyak mungkin aku bisa, sambil berpikir apa yang kira-kira bisa kukerjakan di sela-selanya.

Aku ini beruntung selalu memiliki sahabat yang bisa kuceritai apa saja dan kapan saja. Maka berceritalah aku mengenai keadaan yang tengah kuhadapi pada salah seorang sahabat perempuan. Uniknya, aku dan sahabat yang ini jarang sekali menghabiskan waktu bersama. Selain karena dia sudah berkeluarga, juga karena pekerjaan kami yang sama-sama padat tidak memungkinkan untuk bisa bertemu lama. Tapi sekalinya ngobrol, bisa terasa bermakna sekali. Eh...tidak dinyana. Dia ternyata sedang berpikir membuka tempat les Bahasa Inggris bagi anak-anak usia dini dan membutuhkan partner. Maka ditawarinya aku untuk bergabung. Bayangkan, ketika serba bingung mau apa setelah resign, eh...jawabannya malah datang dengan sendirinya.  Aku langsung bersedia karena pertama, kerjanya tidak setiap hari dan jam kerjanya singkat. Sehingga masih memiliki waktu melimpah untuk menemani Mamaku. Tuhan itu ya...memang Maha Tidak Terduga...Akhirnya, sahabatku ini mengenalkanku pada tantenya yang baik hati mempersilahkan kami mempergunakan salah satu ruang kelas di rumahnya (beliau telah sejak lama buka les aritmatika) untuk dijadikan tempat les-lesan itu. Senangnya bukan main!

Yang paling terharu adalah, aku ini bisa dibilang paling kere diantara kita bertiga. Modalku cuma otak dan tenaga. Sementara mereka dengan gembira berinvestasi dalam bentuk aneka property untuk keperluan berdirinya les-lesan kami nanti. Aku merasa sangat dihargai, karena posisi kami di sini sama. Yaitu sebagai pendiri dan sama-sama memberi kontribusi meski dengan bentuk yang beraneka. Aku tentu saja tahu diri, karena modalku cuma isi kepala dan tenaga, maka aku giat meng-upgrade kemampuan Bahasa Inggrisku yang telah lama tidak terpakai, promosi kesana-kemari, serta menyumbang ide-ide yang sekiranya bisa membuat tempat les ini menjadi keren dan memiliki 'jiwa'. Karena apa, karena kami bekerja dengan manusia, terutama anak-anak usia dini sehingga penting bagiku membuat anak-anak merasa nyaman, senang, dan datang untuk bermain bersama teman sebaya. Biarlah mereka gak sadar, bahwa mereka sebenarnya sedang belajar.

Aku berusaha mengatur rencana resign ku ini sebaik mungkin. Memastikan tidak membuat murid-muridku kaget dan mengacaukan ritme belajar mereka. Maka dari dua bulan sebelum waktu resign yang kutetapkan, aku membuat 2 month notice, mengabari atasanku menganai rencana resign dan alasannya. Bersyukur atasanku menerimanya dengan baik dan menghargai niatku untuk mempersiapkan segala sesuatunya sehingga gak mengganggu kenyamanan belajar anak-anak. Tak lama setelah aku mengabari atasanku, aku mendapat seorang rekan kerja yang diperuntukkan membantuku di kelas. Selain itu, teman baru ini dipersiapkan untuk menggantikanku ketika aku sudah resign. Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Teman kerjaku juga ternyata sangat menyenangkan, cepat belajar, dan sayang sekali dengan anal-anakku. Dia menemani dan membantuku menyiapkan soal-soal UAS dan pengisian buku rapor anak-anak. Hingga akhirnya aku bisa meninggalkan anak-anak dengan tenang meski sedih luar biasa. Anak-anak sudah lengket sekali dengan guru barunya, aku bersyukur sehingga ketika mereka mulai belajar di semster 2 nanti, mereka tidak akan terpengaruh oleh kepergianku.

Dan di sinilah aku saat ini...menata hidupku yang baru. Mempersiapkan pekerjaan yang syukur alhamdulillah kembali melibatkan anak-anak. hehehehe....bisa kucium-cium, kupeluk-peluk, dan kuajaak main. Bedanya, dulu aku bekerja di tempat milik orang lain, dan saat ini aku bekerja di tempat milikku sendiri. Dulu aku bekerja untuk orang lain, dan saat ini aku bekerja dengan orang lain. Rasanya jelas berbeda. Dulu aku tak usah pusing memikirkan banyak hal, kewajibanku hanya datang untuk bekerja sebaik mungkin, saat ini dari mulai manajemen keuangan, kurikulum, property, semua dipikirkan sama-sama. Maka dari itu, aku menyamakannya seperti naik kelas. Senang ya tentu bisa naik kelas. Dianggap makin dewasa, makin mampu, dan di sisi lain beban belajarnya makin berat hehehehe....

Bersamaan dengan menata karir baru, di sisa tahun 2011 ini aku juga memantapkan energi dan semangat baru untuk mewujudkan cita-cita tentang kehidupan seperti apa yang kuinginkan. Aku ingin sesuatu yang tetap kecil, sederhana, hangat, ceria, merdeka, mandiri, dan bermanfaat. Aku harus memotivasi diri dengan keras agar 2012 sudah mampu men-DP rumah sendiri, selebihnya aku bisa menjalani hidup dengan santai dan sehat. Antara kerja dan menikmati hasil kerja bisa seimbang. Dalam setahun bisa bepergian dua kali. Yang pertama bepergian dengan motif low cost traveling, dan yang kedua...bepergian untuk 'sekolah', menambah ilmu, belajar apa saja, bertemu orang baru, pemikiran dan ide-ide baru, supaya otak ini senantiasa segar dan tidak bebal.

Semoga...senantiasa sehat dan gembira menikmati proses jatuh-bangun mewujudkan cita-cita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar